Refleksi - Doa Pendek yang Berulang
Lukas 18:13-14 Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. (14) Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."
Salah satu hal menarik dalam buku Bambang Noorsena berjudul Menyosong Sang Ratu Adil yaitu dzikir. Ini merupakan hal yang lumrah dan menjadi bagian dalam teologi saudara kita, Islam. Tetapi bagi Kristen ada beberapa denominasi terasa asing, seperti Protestan. Bambang Noorsena menjelaskan dzikir* bukan hal yang baru, malahan dipraktekkan sehari-hari dalam teologi Gereja Ortodoks, seperti Koptik, Yunani ataupun Katolik.
*KBBI: Dzikir adalah puji-pujian kepada Allah yang diucapkan berulang-ulang; selanjutnya dalam artikel disebutkan "doa pendek yang berulang" agar tidak menjadi salah tafsir.
Sebut saja seorang Kiai (Guru) Tunggul Wulung dan Kiai Sadrakh yang terkenal di tanah Jawa dalam mengabarkan Injil. Dua Kiai ini dicap sebagai sinkretisme**. Lantaran menggunakan diksi atau cara-cara berdoa yang berulang dan pendek. Hal ini menjadikan perbedaan tajam antara penginjil dari Barat (dikenal sebagai Kristen Londo - bule-) dengan Kiai Tunggul Wulung dan Kiai Sadrakah (dikenal sebagai Kristen Jawa).
**KBBI: sinkretisme adalah paham (aliran) baru yang merupakan perpaduan dari beberapa paham (aliran) yang berbeda untuk mencari keserasian, keseimbangan, dan sebagainya.
Melalui pengantar ini saya ingin kita mendiskusikan tiga pertanyaan dan jawaban singkat yang diangkat dalam artikel ini:
- Secara singkat, bagaimana sejarah doa pendek ini?
- Apakah benar dalam berdoa pendek yang berulang-ulang kita menandakan ketidakpercayaan apalagi percampuran ajaran?
- Apa sebenarnya tujuan dari doa pendek yang diwarisi oleh Gereja Purba?
1. Sejarah Doa Pendek yang Berulang
Noorsena menyebutkan St. Macarius the Great (Santo Makarius Agung) adalah bapa Gereja pertama yang mengajarkan doa pendek. Dikutip dari Suscopt, St. Macarius lahir pada tahun 300-an M ini merupakan orang pertapa yang lahir di Desa Shabsheer-Menuf, Provinsi Giza, Selatan dari Kairo yang berasal dari keluarga baik dan benar. St. Macarius dikenal sebagai pertapa yang mengabdikan diri sepenuhnya dengan berdoa dan berpuasa.
Contoh doa pendek yang dilakukan St. Macarius:
"Ya Rabbi Yasu' al-Masih, Ibnullah al-wahid, irhamni ana al-khathiya"
artinya:
"Ya Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah yang Tunggal, kasihanilah aku, orang yang berdosa"
Sejalan dengan itu, Igumen Chariton dari Valamo dalam kompilasi antologi*** yang berjudul Art of Prayer: An Orthodox Anthology menuliskan:
"The Desert Fathers gave great prominence to the ideal of continual prayer, insisting that a monk must always practise within him what they termed 'secret meditation' or 'the remembrance of God'. To help them in this task of perpetual recollection, they took some short formula which they repeated over and over again: for example, 'Lord, help,' 'O God, make speed to save me; O Lord make haste to help me,' 'Lord, the Son of God, have mercy upon me,' 'I have sinned as a man, do Thou as God have mercy.' In the earliest monastic period there was a considerable variety of these ejaculatory prayers." (hlm 30)
Artinya:
"Para bapa Gurun memberikan penekanan besar pada cita-cita doa yang terus menerus, bersikeras bahwa seorang biarawan harus selalu mempraktekkan apa yang mereka sebut sebagai 'meditasi rahasia' atau 'mengingat Tuhan'. Untuk membantu mereka dalam tugas mengingat terus-menerus ini, mereka mengambil beberapa formula singkat yang mereka ulangi berulang-ulang: misalnya, 'Tuhan, tolonglah', 'Ya Tuhan, bersegera selamatkanlah aku, ya Tuhan segera tolonglah aku,' 'Tuhan, Anak Allah, kasihanilah aku,' 'Aku telah berdosa sebagai manusia, kasihanilah aku sebagai Tuhan'. Pada periode monastik yang paling awal, ada banyak variasi dari doa-doa singkat ini."
Ilustrasi berdoa dalam Gereja Sumber: pexels.com/mart production |
B. Manfaat berdoa pendek yang berulang:
Kita lanjutkan pada bagian manfaat berdoa pendek yang berulang ini. Patut dicermati, saya menolak dengan tegas bila doa berulang semacam ini dikatakan sebagai sinkretisme atau mantra. Mengapa? Saya akan berargumen "Apa bedanya jika doa yang Anda panjatkan berisikan permintaan yang hanya melulu itu-itu saja? tiap pagi dan malam bukankah sama?"
Selanjutnya doa yang pendek bukan mantra! Artinya hadirnya Tuhan disebabkan karena doa yang kita sampaikan atau panjatkan. Tidak demikian. Doa pendek yang berulang ini membantu kita mengarahkan hati kita kepada Tuhan. Bukan menandakan ketidakpercayaan.
Ia tetap sama dari dahulu, tetapi kita manusia bisa berubah-ubah. Baik pikiran, hati, emosi, jiwa bisa silih berganti dipengaruhi pengalaman sekitar. Tetapi Ia tetap sama.
Ibrani 13:8 Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.
Saya sependapat dengan Noorsena dalam bukunya:
"Dzikir (doa pendek yang berulang pen.) dilakukan dengan mengulang-ulang formula suci itu, supaya manusia dapat menjaga pikirannya agar senantiasa dipusatkan pada kebaikan dan sesuatu yang datang dari Allah saja. Dengan dzikir itu pula godaan dan pikiran jahat dapat dihindarkan". (hlm 225)
Adapun manfaat yang dapat kita peroleh:
Pertama, menjaga hati. Seperti yang diutarakan Noorsena, hati yang dimaksud harus dijaga itu bukan organ fisik. Melainkan pikiran, jiwa dan emosi kita.
Amsal 4:23 Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.
"Melainkan lebih menunjuk pada pusat spiritual dari keberadaan manusia yang berpribadi, yang diciptakan 'ala shuratillah (menurut gambar Allah)" (Hlm 225).
Kedua, manusia sulit mengingat hal yang panjang. Seperti artikel yang pernah saya tuliskan tentang K'S Mind - Refleksi - Berulang-ulang. Ibarat pintu kayu yang dicat, harus disapu dengan kuas secara berulang-ulang. Agar masuk, melekat, merubah warna dan menjadikan warna baru sebagai warna kayu itu. Manusia identik dengan lupa. Bukan secara memori (amnesia) melainkan jiwa serta emosi.
Sebagai contoh, dengan mengatakan "Kyrie Eleison (Tuhan kasihanilah)" dapat mengingatkan dan menyadarkan saya untuk bertobat. Saya adalah orang paling berdosa dan butuh kasih karunia dari Tuhan. Semua berasal dari-Nya, kita tidak bisa tanpa-Nya, dan nyawa kita digenggaman Sang Pencipta serta kita butuh kasih karunia-Nya. (dapat klik lebih lanjut: K'S Mind - Refleksi - Kyrie Eleison) Maka dengan doa pendek yang berulang membantu kita sadar akan hal-hal di atas.
Ketiga, pribadi manusia dibentuk dalam sistem pengulangan. Sadarkah Anda jika sebenarnya kita hidup dalam pola yang sistematis dan kita sendiri sudah tentukan pola tersebut:
"Jika biasanya kita bangun, buka handphone, cek Instagram atau Facebook atau Whatsapp, kemudian minum air, merapikan tempat tidur dan sebagainya. Ini adalah sistem yang terekam dalam alam bawah sadar Anda.
Bagaimana kita ganti dengan bangun pagi, buka handphone, membuka tautan Ayat Alkitab hari ini, membacanya, sambil sedikit minum air, berdoa dan merapikan tempat tidur lalu bisa memulai cek Instagram dan sebagainya. Bukankah ini suatu kebiasaan baru cukup mengganggu? Ya karena pola lama sudah menjadi sistem saat Anda bangun pagi."
Terperangkapnya kita dalam sistem membuat kita terasa kurang bila tanpa melakukan salah satu prosedur. Lalu, mengapa kita tidak menambahkan doa pendek ini dalam daftar kegiatan harian kita?
Cobalah untuk melakukan latihan rohani dengan doa singkat yang berulang. Banyak repitisi dan berjangka panjang dapat mengubah sistem hidup kita terutama dalam kerohanian. Layaknya kehidupan kita yang terbentuk dari kebiasaan berulang dan menjadi pola keseharian. Tentunya atas dasar cinta kepada-Nya.
Seperti yang saya utarakan di atas, doa pendek yang berulang dapat membantu, mengingatkan dan menyadarkan pribadi kita. Sebagai manusia yang bobrok, kita membutuhkan Allah. Tuntunan-Nya dan Penyediaan-Nya. Pengajar Pemuridan dari Gereja Ortodoks Koptik pernah berkata:
"Doa yang diformulasikan (seperti: Doa Agpeya*) bukan membawa kita kepada persekutuan yang kering atau keterpaksaan melainkan kita harus menikmati dan menyegarkan jiwa dan roh karena cinta kepada Tuhan."
*Doa Agpeya adalah rangkaian doa sehari atau sembayang 7 kali dalam sehari dalam Gereja Ortodoks Koptik.
Saya sendiri sudah mencoba untuk melakukan Doa Agpeya atau mengucapkan Kyrie Eleison berulang kali. Malahan menghasilkan sikap rendah hati dan rendah diri untuk terus bertobat sepanjang waktu. Mengubah sistem berarti mengubah kebiasaan. Doa pendek yang berulang dapat menolong spiritualitas Anda.
C. Tujuan Doa Pendek dalam Gereja Purba:
Dalam buku Thinking Orthodox, Constantinou menuliskan sebagai berikut:
Perhaps the well-known proverb, “One who prays is a true theologian,” resonates among Orthodox Christians because it perfectly encapsulates the acute awareness that one cannot truly know God through book learning or the application of the intellect. (hlm 116)
Artinya:
Mungkin pepatah terkenal, "Orang yang berdoa adalah seorang teolog sejati," beresonansi (bergema) di antara orang-orang Kristen Ortodoks karena pepatah ini dengan sempurna merangkum kesadaran yang tajam bahwa seseorang tidak dapat benar-benar mengenal Tuhan melalui pembelajaran buku atau penerapan akal budi.
Tulisan Constantinou di atas bukan berarti kita yang tidak mengenyam pendidikan teologi secara formal (kesarjanaan) sudah dapat disebut teolog*. Ungkapan itu disebutkan karena manusia ingin mengenal Allah. Pengenalan itu dilakukan dengan berdoa karena perjumpaan pribadi yang ilahi dapat diselami melalui doa-doa pribadi kita.
Semakin kita ingin dekat kepada Allah maka secara de facto (hakekat) kita dapat disebut seorang teolog. Meski secara de jure (legalitas), Anda tidak memiliki gelar S.Th (Sarjana Theologi)
*KBBI: Teolog adalah orang yang mempelajari tentang Tuhan; teologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pengetahuan tentang Tuhan.
Pomzansky melalui Orthodox Dogmatic Theology menyatakan doa adalah manifestasi kehidupan Gereja dan ikatan spiritual antar jemaat dengan Allah dalam Tritunggal Maha Kudus. Pomzansky juga memberikan pengertian doa artinya mempersembahkan pikiran dan hati kepada Allah.
1 Korintus 6:19-20 Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? (20) Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!
Akan tetapi,Bagaimana dengan Anda?Apakah berdoa dengan durasi dan kalimat yang panjang?atau sejenak menikmati keheningan bersama-Nya lalu berdoa kalimat pendek?Adakah doa pendek yang berulang yang mau Anda pelajari?
Salah satu contoh doa pendek yang berulang:*
"Ya Tuhan, dengarlah kami, kasihanilah kami, dan ampunilah dosa-dosa kami.
Tuhan kasihanilah (Kyrie Eleison) 41x"
*Dikutip langsung dari salah satu jam doa Agpeya (jam keduabelas).
Bacaan lebih lanjut:
1. Bambang Noorsena, Menyongsong Sang Ratu Adil, Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2005, hlm 222-25. Artikel ini diinspirasi melalui buku ini, sembari penulis artikel merenungkan perjalanan iman melalui doa-doa pendek seperti Kyrie Eleison. Memperlengkapi bagaimana bersikap rendah hati di hadapan Allah yang telah menyelamatkan kita melalui Anak-Nya dan memperbaharui kita dalam Roh-Nya.
2. St. Macarius dapat dibaca dalam link berikut: St. Macarius the Great: Clothed with the Holy Spirit – Literature – Resources (suscopts.org), St Macarius the Great - The Monastery of St. Macarius the Great. (stmacariusmonastery.org)
3. Protopresbyter Michael Pomazansky, Orthodox Dogmatic Theology, 3rd Ed, Platina: St. Herman of Alaska Brotherhood, 2009, hlm 702, 723-26.
4. Eugenia Scarvelis Constantinou, Thinking Orthodox: Understanding and Acquiring the Orthodox Christian Mind, Chesterson: Ancient Faith Pub, 2020, hlm 116.
5. Igumen Charion of Valamo, The Art of Prayers: An Orthodox Anthology, London: Faber and faber, 1997. Anda dapat menemukan banyak renungan dan dorongan rohani melalui buku ini dari teologi Ortodoks Timur.
6. Untuk profil Kiai Tunggul Wulung dan Kiai Sadrakh. Dapat dilihat di Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, hlm 93-100.
Komentar
Posting Komentar