Apologetika - Syafaat melalui Para Kudus
Pendahuluan
"Mengapa kalian berdoa kepada orang Kudus ketimbang kepada Kristus?" Demikian pertanyaan saya yang juga mewakili banyak orang Protestan terhadap pengajara itn Gereja Ortodoks Timur, Oriental dan Katolik Roma. Sebenarnya ini topik yang tak dibahas secara menyeluruh dalam Protestanisme karna konsekuensi logis dari sola scriptura.*
*Patut dicatat! Saya tidak melawan sola scriptura melainkan saya sedikit mau mendengarkan apa yang disampaikan dan diyakini saudara tua kita.
Oleh karena itu, saya mencoba mengulik pengajaran Intercession of the Saints atau syafaat para Orang Kudus. Kita akan bersinggungan apakah sebenarnya ada kehidupan setelah kematian orang percaya? Bagaimana Gereja Purba memaknai meminta syafaat kepada Para Kudus? Dan apakah semua ini penyembahan berhala?
Oleh karena itu, cukup sulit untuk menjawab dari sisi Protestanisme karna kita berbicara pada tradisi Apostolik. Maka untuk menjawab pertanyaan di atas mau tidak mau kita bertanya dengan meyakini teologi tersebut. Buku-buku atau literatur yang saya gunakan sedikit mewakili pandangan teologi mengenai Syafaat melalui orang-orang Kudus ini.
Misperspesi
Pertama-tama, berangkat dari asumsi bahwa orang-orang yang berlatar belakang Ortodoks dan Katolik, kita mengganggap mereka berdoa bahkan menyembah "kepada" orang-orang Kudus* (mati dalam Kristus.) Asumsi ini telah dijawab dalam buku kecil berisikan 20 pertanyaan yang ditulis secara praktis oleh Karlo Broussard. Dalam pendahuluan bukunya ia menuliskan bahwa tantangan datang dari Protestan yang tidak ingin ada kontradiksi (bertolakbelakang) dengan Alkitab dan Ketuhanan Yesus Kristus sebagai mediator/pengantara kita -manusia- dengan Allah.
*Orang Kudus (saints): berarti orang percaya telah mencapai kesatuan jiwa dalam Kristus. Zaman dahulu orang-orang yang menolak menyangkal Kristus (Martir) dan berlanjut yang mengabdikan diri dalam kekudusan jiwa dan raga.
Kemudian asumsi yang keliru ini diluruskan oleh Karlo bahwa mereka -Ortodoks dan Katolik - meyakini ialah berdoa "bersama" bukan berdoa "kepada" orang Kudus. Setelah pencarian dan pencerahan maka titik perbedaannya terletak pada pengertian Communio Sanctorum (Persekutuan Orang Kudus).
Communio Sanctorum
Semenjak pengenalan istilah ini oleh salah satu teman bertukar pikiran yang juga dosen serta Pendeta. Ternyata communio sanctorum berbeda pada pandangan Protestan dengan Ortodoks-Katolik. Perbedaannya terletak bagaimana hidup orang kudus di Surga sana.
Istilah Communio Sanctorum sendiri berasal dari bahasa Latin yang terdiri dari communio berarti persekutuan, sanctorum artinya orang-orang kudus singkatnya Persekutuan orang-orang Kudus terutama yang telah mati (tinggal dalam keabadian), masih hidup (kini) dan akan datang (belum lahir). Tulisan Eunice jelas menyatakan bahwa Gereja mula-mula meyakini adanya "Gereja" di surga yang dekat dan berada dalam Kristus berdoa bersama. Gereja "transtemporal" -demikian sebutannya- atau Gereja yang dekat dengan Allah melalui Kristus dalam kuasa Roh. Gereja ini hidup, yang terdiri dari kumpulan orang-orang yang mati dalam Kristus. Mereka yang telah mati ini hidup bersama-sama di hadapan-Nya. Hal yang berbeda justru pandangan reformator menekankan pada pemberitaan Injil dan tidak terlalu mengkomunikasikan tentang orang-orang mati dalam Kristus.
Hal yang sama diutarakan Fr. Tadros Malaty, dalam bukunya The Saint Mary in Orthodox Church jelas dan gamblang menyatakan kita (Gereja Ortodoks) tidak berdoa "kepada" orang Kudus (saints) tetapi meminta syafaat. Saat saya mengetahui jawaban ini, sungguh melegakan bahwa kebesaran dan kemegahan teologi Kristen bersama dalam persekutuan cinta Kasih yang Trinitaris. Baik itu orang yang masih hidup, sudah mati dan bahkan belum lahir.
Syafaat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, syafaat berarti perantaraan untuk menyampaikan permohonan kepada Sang Pencipta. Meriam-webster menerjemahkan untuk mengintervensi pihak-pihak yang berselisih dengan maksud untuk mendamaikan perbedaan.
Kemudian kita lihat pandangan Alkitab mengenai Syafaat. Beberapa doa syafaat dalam Alkitab:
1. Raja Gerar, Abimelekh meminta Abraham berdoa untuk dia (Kej 20:1-7)
2. Ayub yang dapat berdoa kepada Allah untuk teman-temannya (Ay 42:7-8)
3. Paling terkenal, dimana Musa memohon keselamatan bangsa Israel yang dimurkai Allah (Kel 32:7-14)*
*Anda dapat melihat dalam Suscopt.org di Mislecture.
Kegiatan ini sama dengan ayah mendoakan anaknya, Suami istri saling mendoakan, Pendeta mendoakan jemaatnya. Di saat yang sama relevan untuk bertanya mengapa meminta orang lain mendoakan kita jika kita bisa berdoa sendiri?
Mengutip dari Andrew Stephen Damick, "Gereja Ortodoks tidak pernah menekankan para pendeta sebagai pengantara, karena hanya ada satu Pengantara antara Allah dan manusia, yaitu Yesus Kristus (1 Tim. 2:5). Namun, mereka adalah pendoa syafaat, sama seperti orang-orang kudus. Kaum Ortodoks tidak melihat orang-orang kudus sebagai orang-orang yang berbicara kepada Allah karena kita tidak bisa mencapai-Nya. Akan tetapi, mereka adalah rekan-rekan seiman yang kita panggil untuk berdoa bersama kita dan untuk kita."
Dapat ditegaskan kembali meminta syafaat orang Kudus berarti meminta mereka mendoakan kita. Persekutuan yang bersama-sama saling mendoakan. Demikian maksud dari Andrew.
Salah satu catatan Alkitab bahwa Para Kudus dapat berseru kepada Allah. Seperti dalam
Wahyu 6:9-10 (TB) Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang kelima, aku melihat di bawah mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah dibunuh oleh karena firman Allah dan oleh karena kesaksian yang mereka miliki. Dan mereka berseru dengan suara nyaring, katanya: "Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar, Engkau tidak menghakimi dan tidak membalaskan darah kami kepada mereka yang diam di bumi?"
Pada ayat di atas juga kita bisa menarik implikasi bahwa mereka yang di Surga mengetahui yang terjadi di Bumi. Maka, tak mengherankan dalam communio Sanctorum yang dipercaya Gereja Purba kita saling terkoneksi.
Lebih lanjut, konsekuensi logis pemaknaan terhadap meminta doa atau syafaat kepada orang Kudus juga tidak bersifat heretik (sesat) apalagi disebut penyembahan berhala. Jika memang sesat, maka celakalah Gereja yang sejak dari mula-mula. Pemaknaannya tegas seumpama orang yang hidup saling mendoakan.
Syafaat dari Bunda Maria (Bunda Allah; Theotokos)
Istilah Theotokos berasal dari Konsili Ekumenis Efesus tahun 431 di mana berarti Bunda Allah. Timothy Ware menuliskan We honour Mary because she is the Mother of our God. We do not venerate her in isolation, but because of her relation to Christ. Gereja Purba menghormati Bunda Maria sebagai Ibu dari Allah. Ia adalah sang Perawan yang terberkati karna mengandung Sang Firman yang menjadi daging.
Ayat yang digunakan untuk memperingati dan menghormati Bunda Allah sebagai pensyafaat kita ialah Yoh 2:1-11 (Perkawinan di Kana). Di mana Maria, ibu Yesus memberitahu bahwa tuan rumah yang mengadakan perkawinan kehabisan anggur.
Yohanes 2:3-4 (TB) Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: "Mereka kehabisan anggur." Kata Yesus kepadanya: "Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba."
Di sini bagi Gereja Purba dimaknai sebagai permintaan Bunda Maria didengar oleh Yesus, Anaknya. Mengutip dari Suscopt, "Through her conversation with the people of the wedding, we can visualize her role in intercession. For she presents our needs to her Son and then directs our hearts to diligently carry out His commandments and to do whatever He tells us."
Jurnal lama yang ditulis oleh Jerome Hamer mengungkapkan Luther sendiri tidak meninggalkan pemujaan (venerate/dulia) Bunda Maria sesuai seharusnya. Akan tetapi, Luther menolak mengkultuskan bunda Maria sebagai Ratu Surgawi. Bunda Maria bagi Luther dipercaya sebagai orang yang "hidup" dan dapat bersyafaat untuk kita.
Venerate and Worship
Di sini perlu ditekankan ada perbedaan veneration (Hormat) dengan worshiping (Penyembahan). Dua kata ini berbeda bila ditarik menggunakan bahasa Yunani. Dulia (venerate) berarti hormat kepada malaikat, orang kudus, dan sebagainya. Sedangkan latreia (worship) hanya ditujukkan kepada Allah semata.
Fr. Tadros dalam bukunya menyebutkan bahwa Gereja Ortodoks menghormati para Kudus bukan menyembah mereka. Saya juga menemukan hal yang sama dalam tulisan Timothy menjelaskan venerate/honor bersifat menghormati, seperti Gereja menghormati Bunda Maria. Tetapi berbeda ketika kegiatan worship/menyembah bersifat menundukkan diri pada satu Pribadi yaitu Allah.
Bahasa Yunani menyembah untuk Allah saja yaitu latreia berbeda dengan menghormati bagi para Kudus antara lain duleia, hyerduleia dan prokeynesis. Timothy menjelaskan mereka menghormati Bunda Maria (Theotokos) bukan memisahkan dari Kristus -sebagai penyembahan yang berbeda-, tetapi karena ia dalam Kristus maka Gereja memujanya. Senada dengan Karlo menyebutkan
Penghormatan yang kita berikan kepada orang-orang kudus didasarkan pada penghormatan yang Allah Bapa berikan kepada merekaYohanes 12:26 (TB) Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.Jika Bapa menghormati orang-orang kudus, maka kita pun demikian. Dan karena memohon syafaat orang-orang kudus adalah sebuah tindakan penghormatan yang bukan penyembahan, maka kita dapat memohon doa syafaat mereka tanpa menjadikan permohonan semacam itu sebagai sebuah tindakan penyembahan
Jadi, keterbukaan Gereja Purba akan penjelasan ini sebaiknya membuat kita melek dengan persekutuan orang Kudus. Bagaimana memaknai dengan benar bukan menuduh yang tidak-tidak. Menghormati layaknya "orang tua" bukan menyembah mereka yang sama kedudukannya dengan Allah (berhala). Harus jeli di sini.
Keberatan Utama
Seperti yang telah disinggung di atas keberatan utama ialah jika Yesus Kristus adalah perantara satu-satunya antara Allah dengan manusia.
Seperti diutarakan dalam:
1 Timotius 2:5 (TB) Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus,
Mengapa kita perlu orang-orang kudus?
Harus diluruskan terlebih dahulu Gereja Purba tidak memungkiri apalagi mengingkari Yesus Kristus sebagai juruselamat satu-satunya. Jauhlah dari itu! Baba Shenouda dalam Comparative theology menjelaskan tidak ada pertanyaan atau keraguan bahwa Yesus Kristus sang Perantara -satu-satunya- dalam penebusan dan penyatuan dalam Allah Trinitas. Penebusannya membayar kita dari perbudakan dosa! Tuhan Yesus Kristuslah satu-satunya jalan pendamaian itu!
Maka, meminta syafaat para orang Kudus tidak mengaburkan apalagi melunturkan keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus. Karena orang Kudus bukan menjadi perantara kepada Allah melainkan jiwa-jiwa yang hidup yang bersama dalam persekutuan cinta kasih di dalam Allah. Orang kudus ini pula yang menjadi "rekan" dalam persekutuan kita di dalam-Nya.
Di sinilah letak perbedaan antara pengertian dan keyakinan Communio Sanctorum Protestan dengan Ortodoks-Katolik yaitu seperti diutarakan Baba Shenouda. "These saints have knowledge and have a message for people. Their life, which started on earth did not end with their departure to heaven. "
Orang-orang yang mati dalam Kristus adalah orang-orang yang hidup bersama-Nya di keabadian. Mereka mengetahui, melihat, mendoakan kita. Jadi, sama seperti orang tinggal di bumi saling mendoakan dan seperti itulah mereka yang telah meninggalkan bumi ini dan bersatu dalam Kristus.
Baba Shenouda melanjutkan bila persekutuan antar manusia, orang Kudus dan malaikat benar-benar ada maka sangat disayangkan bagi mereka yang menolak. Kita tidak berdoa kepada orang kudus tetapi meminta mereka berdoa untuk kita. Karna kita percaya mereka hidup di hadapan Allah, Allah yang disembah adalah Allah yang hidup bukan yang mati. (Mat 22:32-33; Yoh 11:25).
Hal ini juga memperkatakan tentang kesatuan Tubuh Kristus yang di mana Kepalanya ialah sang Kristus hidup bersama dalam persekutuan yang hidup juga. Terlebih orang yang percaya mati dalam Kristus telah hidup dan terus hidup dalam tubuh Kristus. Jadi, para Kudus dekat sekali bersama Kristus di Surga. Bisa mendengar, melihat dan memahami kita yang berjuang di bumi. Ini bukan hanya berbicara tentang kita yang hidup di bumi saja melainkan di surga sana - kelak kita menuju.
Syafaat (intercession) adalah bukti kedekatan dan keberakaran Gereja di bumi dengan Surga. Gereja yang militan (sedang berjuang; terlihat) dan gereja yang berkemenangan (sukses meraih mahkota; tak terlihat). Baba Shenouda menuliskan "keduanya saling mendoakan" yang sejalan dengan tulisan Eunice.
Protopresbyter Michael Pomazansky dalam bukunya Orthodox Dogmatics Theology juga mengungkapkan hal yang sama adanya realisasi faktual terhadap ikatan doa yang di bumi dan di surga.
Seperti disebutkan dalam
Ibrani 12:22-24 (TB) Tetapi kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna,
dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel.
Meskipun menurut Michael banyak kesaksian Para Bapa Gereja setelah abad ke-4 mengenai syafaat melalui Para Kudus. Ada pula bukti di abad ke 2, mengaitkan praktek persekutuan bersama para Kudus. Salah satu literatur kuno menuliskan ada martir yang melihat St. Ignatius sang Pembawa Allah (God bearer) sedang berdoa untuk martir yang sedang menerima penyiksaan.
Penutup dan Kesimpulan
Setelah panjang lebar penjelasan di atas serta melihat dan merenungkan bukti-bukti sampailah pada kesimpulan. Memang di Protestan tidak banyak dibahas dan dilarang membahas seputar orang Kudus apalagi di luar Alkitab yang hanya bersifat Tradisi.
Kita dapat pula melihat perbedaan dan tidak ada kebingungan apalagi menggeser Tuhan Yesus Kristus sebagai satu-satunya pengantar manusia dan Allah. Oleh karena itu, perbedaan hanya pada communio sanctorum yang harusnya layak menjadi titik temu untuk didiskusikan. Melalui artikel ini, saya mengajak kita menghormati persekutuan tubuh Kristus yang penuh dengan misteri.
Singkatnya, berdoa bersama atau meminta syafaat orang Kudus ditujukan sebagai penyampai doa kita - karna kita mengakui persekutuan di dalam tubuh Kristus yang terus hidup - kepada Allah tanpa bermaksud menggeser/menggantikan Yesus Kristus sebagai perantara satu-satunya atau pusat iman kita kepada Allah!
a. Protestan dan Ortodoks serta Katolik sama-sama meyakini orang yang mati dalam Kristus akan bangkit dan hidup bersama-Nya.
b. Lebih dari itu bagi Ortodoks dan Katolik tidak hanya hidup tapi mereka (yang di surga) bisa mendengar seruan kita (di bumi) dan mendoakan kita. Bersyafaat bagi yang meminta dan semoga berkenan di hadapan Allah. Namun bagi Protestan, meski mereka berdoa di Surga tapi tidak ada koneksi antara orang percaya yang ada bumi dan surga.
c. Bunda Maria adalah salah satu orang Kudus yang diutamakan di antara para Kudus karna ia menerima anugerah mengandung dan melahirkan sang Firman yang mendaging.
Semoga bermanfaat.
Kiranya Allah Tritunggal menyertai saudara.
Referensi:
1. https://journeycommunity.church/calvin-on-the-veneration-of-the-saints/ diakses 23-08-2024.
2. https://www.theway.org.uk/back/36Lane.pdf diakses 23-08-2024
3. H. H. Pope Shenouda III, The Comparative Theology, London: Coptic Orthodox Church Publication, 1988. p.75-95, 121-24.
4. Fr. Tadros Malaty, the Saint Mary in Orthodox Concept, 1978. Available: https://smass.co.uk/images/pdf/PatronSaints/St_Mary_in_the_Orthodox_Concept.pdf.
5. Beberapa artikel singkat dari Ortodoks Koptik dapat ditemukan di https://suscopts.org/resources/literature/orthodox-faith/.
6. Angelo Di Berardino et al, The Encyclopedia of Ancient Christianity, Eng Ed. Downers Grove: Intervarsity Press, 2014, vol 3:p.468-49.
7. Karlo Broussard, 20 answerd: Communion of Saints, El Cajon: Catholic Answers, Epub Ver, 2021.
8. Protopresbiter Michael Pomazansky, Orthodox Dogmatic Theology, Platina: St. Hermas of Alaska Brotherhood, 2009,. p.305-8.
9. Timothy Ware, The Orthodox Church, London: Penguin Books, 1997, p.287-293.
10. Andrew Stephen Damick, Orthodoxy and Heterodoxy, Chesterson: Ancient Faith Publishing, 2011, p.125
11. Sitanggang, E. A. (2023). Transtemporal Church: Revisiting the Unity of the Dead, the Living, and the Unborn as Communio Sanctorum. Veritas: Jurnal Teologi Dan Pelayanan, 22(1), 161–174. https://doi.org/10.36421/veritas.v22i1.629
Bacaan lebih lanjut:
1. Benedict XVI. Mary: The Church at the Source. Translated by Adrian
Walker. San Francisco: Ignatius Press, 2005.
2. Gambero, Luigi. Mary and the Fathers of the Church: The Blessed Virgin
Mary in Patristic Thought. San Francisco: Ignatius Press, 1999.
Terimakasih buat penambahan wawasannya yg (semoga)bisa menambah pijakan utk kesatuan tubuh Kristus.
BalasHapusTerima kasih. Allah Tritunggal memberkati.
Hapus