Refleksi dan Jurnal: Salib (6)


Kayu Salib
Kira-kira pertengahan tahun lalu, papa saya meminta tolong untuk mengangkat balok-balok kayu ulin. Sedianya balok-balok akan digunakan sebagai tiang penyangga tandon (water tank). Anehnya, saya berbadan tegap dan masih berusia muda, kayu tersebut terasa berat sekali. Jelas saja, dimensinya 400x10x10 dalam ukuran centimeter. Bila ditaksir mungkin beratnya 20-30 kg. Menggesernya pun tak sanggup apalagi mengangkatnya sendirian.

Sumber: rakayu.com

Hal ini mengantarkan saya memikirkan kembali bagaimana kira-kira Yesus Kristus mengangkat Salib-Nya. 

Matius 27:32 (TB) Ketika mereka berjalan ke luar kota, mereka berjumpa dengan seorang dari Kirene yang bernama Simon. Orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus. (Seluruh ayat paralel dalam keempat Injil)

Dokter Marinella pernah menulis buku yang apik untuk merekonstruksi kejadian malam sebelum Yesus disalib hingga kematian-Nya. 

Ia berujar, "Yesus mengangkat Salib dalam kondisi yang sangat lemah. Sehari sebelumnya Ia tidak makan dengan baik, malam pengkhianatan dan penangkapan, para prajurit memakaikan mahkota duri, ditinju oleh pengawal hamba Allah di Sanhedrin, menghadiri pengadilan Pilatus, belum lagi cambukan/sesah dari prajurit Romawi yang mencabik-cabik - merobek-robek - tubuh Yesus. Maka, energi terakhir Yesus saat membawa Salib. Tak heran, mengapa Simon orang Kirene dipaksa memikul salib Yesus hingga ke Golgota". 

Bacalah kembali Injil Anda pada bagian penyaliban Yesus Kristus. Berhentilah sejenak. Bayangkanlah. Amatilah. Bagaimana proses sakit, berdarah, perih, dingin, menggigil, lelah, dan sebagainya bercampur aduk dalam satu kejadian. 

Postur saya yang tegap, muda, cukup makan dan tidur masih tidak sanggup mengangkat satu balok kayu ulin sendirian. Apalagi menghadapi penderitaan Yesus Kristus kemudian mengangkat kayu Salib. Bisa-bisa saya mati duluan saat penyesahan. Ditaksir kurang lebih 57 kg batang salib yang diikat kepada Yesus Kristus.

Implikasi
Lalu, bagaimana kita sekarang yang menjadi anak-anak dalam Kristus? Bukankah kita juga ikut mati di dalam baptisan bersama-Nya? Ya. Sudah seharusnya kita mengingat, bukan hanya mengingat melainkan memikirkan kembali peristiwa penting ini. Jangan sampai kita terlena dengan keselamatan yang diterima tanpa mau memikul salib. 

Selama kita masih di dunia, kita hidup berseteru dengan daging. Di saat yang sama Roh Allah, karna kita percaya Tuhan Yesus Kristus memperbaharui pikiran, jiwa dan batin kita. Perseteruan ini berakhir hingga kita mati dan kembali kepada-Nya. 

Roma 8:17 (TB) Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia. 

Kiranya kita bersama-sama Tuhan memikul salib yang berat itu. Izinkanlah diri Anda memikul kayu salib. Dan izinkan pula Tuhan hadir di sana, di jalan yang sama, sambil memikul salib-Nya beriringan dengan kita menuju "Golgota". Ia menemani karna Ia pernah mengalaminya. Dengan itu kita mempermalukan dosa yang melekat pada daging kita, kematian akibat oleh dosa dan iblis. 

Tanda Salib
Lantas, ketika Tuhan memenangkan pertempuran di Golgota dengan kebangkitan-Nya. Apa yang memaknai salib itu dalam diri umat Kristen? Menurut tradisi Gereja, mereka membuat tanda salib di tubuh. 

Untuk keindahan tanda Salib, saya mengajak Anda kepada tulisan Fr. Anthony Coniaris, teolog Ortodoks Timur. Subjudul tulisannya berupa "Tritunggal dalam Ibadah Harian". 

"Bapa, Anak dan Roh Kudus memainkan peran penting dalam kehidupan dan ibadah Kristen Ortodoks. Kita membuat tanda salib dengan ibu jari dan dua jari pertama yang melambangkan Bapa, Anak dan Roh Kudus. Kami menyatukan ketiga jari ini untuk menandakan bahwa kami tidak percaya pada tiga Tuhan, tetapi pada Satu Tuhan. 

Kita dibaptis dalam nama Tritunggal; kita diampuni dalam nama Tritunggal; kita menikah dalam nama Tritunggal; setiap liturgi dimulai dengan nama Tritunggal; kita memberkati dalam nama Tritunggal: "Kemuliaan bagi Bapa, Putra dan Roh Kudus"; kita diberkati di dalam nama Tritunggal: "Kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, dan kasih Allah Bapa serta persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian"; setiap hari Minggu kita mengakui iman kita kepada Tritunggal Mahakudus dengan mengucapkan Pengakuan Iman Nicea: "Aku percaya kepada satu Allah, Bapa Yang Mahakuasa ... dan kepada satu Tuhan Yesus Kristus ... dan kepada Roh Kudus." Semua doa dalam Gereja Ortodoks ditujukan kepada Allah Tritunggal. 

Kita berdoa kepada Allah Bapa melalui Tuhan kita Yesus Kristus di dalam Roh Kudus."
Kita melihat pada sejarah Gereja ambil saja contoh bapa Gereja St. Yustinus Martir (awal abad 2) mengatakan "kami orang Kristen membuat tanda Salib". Penulis Gereja terkenal, Tertulianus (awal abad 3) menyebutkan "Tanda salib merupakan Tradisi Gereja yang harus diturunkan dalam iman" Jadi, membuat tanda Salib tidak mengatakan "aliran" Gereja tertentu melainkan ini suatu tradisi Gereja turun temurun. 

Memang tanda salib ini tidak banyak dipraktekkan oleh Gereja Protestan. Namun kiranya kita tidak "alergi" dengan ini yang merupakan salah suatu identitas Gerejawi kala itu dalam sejarah Gereja mula-mula. 

Apa sih tanda salib yang dimaksud? Fr. Anthony menuliskan "tanda salib berarti Bapa Putra dan Roh Kudus". Karena hidup kita yang sudah dalam Kristus, hidup dalam karya Trinitarian. 

Ilustrasi Tanda Salib Gereja Ortodoks
Sumber: dok. Istimewa

Gerakan tanda Salib menggunakan tangan kanan di mulai dari menguncupkan tiga jari - ibu jari dan dua jari pertama - simbolis Trinitas dan dua jari lainnya menandakan Inkarnasi Sang Firman (Yesus Kristus) - Allah sepenuhnya dan manusia sepenuhnya. 

Gerakan tanda salib dimulai dari tengah dahi, turun ke perut, ke bahu kanan kemudian kiri. Sambil mengucapkan "Dalam Nama Bapa, Putra dan Roh Kudus, Amin." Tradisi Oriental dan Katolik Roma dari bahu kiri ke kanan, ada pula penambahan frasa "Allah yang Esa". 

Kita bisa berkata "Dalam nama Bapa Putera dan Roh Kudus, Allah yang Esa, Amin" atau tanpa frasa "Allah yang Esa" hanya menandakan perbedaan tradisi tetapi tidak ada signifikan terkait dogmatika karena sama-sama menyembah Allah Tritunggal.

"Kita berdoa kepada Allah Bapa melalui Tuhan kita Yesus Kristus di dalam kuasa Roh Kudus". Ketiganya selalu satu. Satu dalam ketiganya. Membuat kita sadar dan ingin memperkatakan selalu karya-Nya di dalam tanda salib.

Pembimbing Rohani saya memberikan pengajaran bahwa tanda Salib dilakukan sebelum doa, sesudah doa, masuk ke dalam Gereja, menghampiri benda-benda kudus dan ketika mencium Ikon serta Salib. Kita harus membuat tanda Salib dalam hidup kita seperti dalam kesedihan, bahaya, sukacita dan lain sebagainya.

Implikasi
Tanda Salib kini mewarnai doa kami sekeluarga. Bukan karena gaya-gayaan akan tetapi kami mengingat kami dipersatukan dalam Kristus - baptisan - yang otomatis kita merayakan persekutuan Bapa Putra dan Roh Kudus. 

Tanda Salib menyanggupi kita bahwa Kristus hadir dalam kehidupan sulit kami.
Tanda Salib mengalahkan dan menggentarkan iblis.
Tanda Salib menandai kita adalah milik-Nya.

Filipi 2:8 (TB) Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

Sumber:
1. Mark A, Marinella, Yesus yang Disalib Bagiku, Jogjakarta: Penerbit ANDI, 2008.
2. Fr. Anthony Coniaris, Introduction the Orthodox Church: Its Faith and Life, Minnesota: Light and Life Publishing, hlm 36.
3. Beberapa sumber berasal dari Pembimbing Rohani. 
4.  F. P. Retief dan L. Cilliers, The History and Pathology of Crucifixion, SAMJ, 93(12), 2003, hlm 938-41.
5. Dalam Tradisi Gereja Ortodoks Koptik melakukan tanda Salib dari bahu kiri ke bahu kanan. Menandakan dari kambing menuju domba (PL ke PB), dari gelap ke terang, dosa ke hidup kekal. Lalu ditutup dengan "Allah yang Esa" menegaskan bukan Tiga Allah melainkan Allah yang Esa yaitu Allah Tritunggal. 

Komentar